KUMPULAN ARTIKEL, TULISAN, BERITA, MAKALAH, DAN OPINI TENTANG PERPAJAKAN

Blog ini berisi kumpulan dari Tulisan, Artikel, Postingan, Makalah, Berita dan sebagainya yang berkaitan dengan Perpajakan. Ada yang saya Tulis sendiri dan ada yang merupakan Tulisan atau Artikel orang lain.

Apapun isi dari Artikel ini adalah merupakan pendapat pribadi dari penulisnya, sehingga dalam hal ada perbedaan pendapat mengenai Perpajakan, maka tulisan dalam blog ini hanya sebatas sebagai salah satau referensi yang mungkin pembaca gunakan.


Ada baiknya jika Pembaca memberikan saran dan Masukan untuk kesempurnaan Blog ini


EYILZONE











Setelah mengalami beberapa kali Perubahan, Undang Undang PPN terakhir dirubah dengan Undang Undang No 42 tahun 2009

Untuk Mendownload nya silahkan di Link berikut ini : UU No. 42 Tahun 2009

READ MORE - Undang Undang PPN No. 42 Tahun 2009

DPR telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah pada hari Rabu 16 September 2009.
Berikut ini disampaikan Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang PPN dan PPnBM berdasarkan Pendapat Akhir Pemerintah terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tanggal 16 September 2009 (sumber www.depkeu.go.id).

Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang PPN dan PPnBM 2009

Objek dan Non Objek Pajak

Dalam rangka menetralkan pembebanan PPN dan menambah daya saing kegiatan jasa yang dilakukan oleh pengusaha Indonesia di luar Daerah Pabean dan pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari Indonesia di Luar Daerah Pabean, maka atas ekspor JKP dan BKP Tidak Berwujud dalam RUU PPN dikenakan tarif 0% (nol persen).
Barang hasil pertanian yang diambil langsung dari sumbernya tetap sebagai BKP yang pengenaan PPN-nya akan menggunakan mekanisme pedoman pengkreditan Pajak Masukan (Deemed Pajak Masukan).


Bukan Objek
Untuk memberikan kepastian hukum, pengaturan jenis barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN, yang semula diatur dengan Peraturan Pemerintah dinaikkan ke batang tubuh UU PPN dan PPnBM.
Untuk menjamin ketersediaan bahan baku industri energi dalam negeri, barang hasil pertambangan umum yang diambil langsung dari sumbernya termasuk batubara tetap sebagai barang yang tidak dikenakan PPN.
Dalam rangka pemenuhan gizi rakyat Indonesia dengan harga yang terjangkau, maka daging segar, telur yang belum diolah, susu perah, sayuran segar dan buah-buahan segar ditetapkan sebagai barang kebutuhan pokok yang tidak dikenakan PPN.
Untuk menghindari pengenaan pajak berganda terhadap suatu objek yang sama, maka objek-objek tertentu yang sudah dikenakan pajak daerah dikecualikan dari pengenaan PPN, yaitu barang hasil pertambangan galian C, makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran. rumah makan, warung dan sejenisnya, jasa perhotelan, jasa boga atau katering.
Untuk memberikan perlakuan yang sama, Jasa keuangan yang dilakukan oleh siapapun termasuk perbankan syariah ditetapkan sebagai bukan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak dikenakan PPN.


Pengembalian (Retur) Jasa Kena Pajak (JKP)
Agar paralel dengan perlakuan pengembalian (retur) Barang Kena Pajak, dalam RUU PPN diatur mengenai perlakuan PPN atas penyerahan JKP yang dibatalkan/dikembalikan sebagian atau seluruhnya.


Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Dengan tujuan untuk memberikan ruang kepada Pemerintah dalam rangka melaksanakan fungsi regulasinya, maka batas atas tarif PPnBM dinaikkan dari 75% (tujuh puluh lima persen) menjadi 200% (dua ratus persen). Tarif tertinggi sebesar 200% (dua ratus persen) akan diterapkan apabila benar-benar diperlukan.


Pengkreditan Pajak Masukan.
Dalam RUU PPN diatur bahwa Pengusaha yang belum berproduksi tetap dapat mengkreditkan PPN yang telah dibayar atas pembelian barang modal. Namun demikian, apabila dalam kurun waktu tertentu pengusaha terse but ternyata gagal berproduksi maka atas PPN yang telah dikreditkan dan telah dimintakan pengembaliannya wajib dibayar kembali. Pengaturan batasan jangka waktu untuk Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang gagal berproduksi disepakati 3 (tiga) tahun sejak pengkreditan Pajak Masukan, dan berlaku untuk semua sektor usaha.


Restitusi PPN
Apabila dalam suatu Masa Pajak terdapat kelebihan pajak maka atas kelebihan pajak tersebut dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya dan dapat direstitusi pada akhir tahun buku, kecuali Wajib Pajak tertentu yang secara mekanisme PPN akan mengalami lebih bayar seperti eksportir dan penyalur/pemasok pemerintah, diperkenankan untuk restitusi di setiap Masa Pajak. Dengan pertimbangan untuk membantu likuiditas, memberikan pelayanan yang lebih baik dan mendorong kepatuhan sukarela Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban pajaknya (self assessment), Wajib Pajak tertentu yang memiliki resiko rendah, dapat diberikan restitusi dengan pengembalian pendahuluan tanpa melalui pemeriksaan terlebih dahulu. Pemeriksaan dapat dilakukan kemudian bila diperlukan. Sanksi yang dikenakan lebih rendah dari Undang-Undang KUP yaitu 2% (dua persen) perbulan, kecuali terdapat indikasi tindak pidana perpajakan maka sanksi yang berlaku sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam UU KUP.


Deemed Pajak Masukan.
RUU ini mengatur mengenai Deemed Pajak Masukan yaitu mekanisme penetapan besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan bagi Wajib Pajak tertentu, baik berdasarkan omzet maupun kegiatan usaha (sektoral), yang bertujuan untuk memberikan kemudahan Wajib Pajak dalam menghitung kewajiban PPN-nya.


Pemusatan tempat PPN terutang.
Dalam rangka mengurangi beban administrasi Wajib Pajak, RUU memberikan kemudahan prosedur penetapan pemusatan tempat terutang yaitu cukup dengan melakukan pemberitahuan secara tertulis kepada Oirektur Jenderal pajak.


Saat pembuatan Faktur Pajak.
Dalam rangka meringankan beban administrasi Wajib Pajak maka saat pembuatan Faktur Pajak adalah pada saat terutangnya pajak, yaitu pada saat penyerahan, atau dalam hal pembayaran mendahului penyerahan maka Faktur Pajak dibuat pada saat pembayaran. Oengan pengaturan ini, Wajib Pajak tidak perlu lagi membuat faktur penjualan (invoice) yang berbeda dengan Faktur Pajak.
Untuk membantu likuiditas Wajib Pajak, saat penyetoran PPN dan pelaporan SPT Masa PPN yang semula paling lambat tanggal 15 (lima belas) dan tanggal 20 (dua puluh) setelah Masa Pajak berakhir sebagaimana diatur dalam Undang-Undang KUP, diperlonggar menjadi paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Mengingat ketentuan ini tidak diatur dalam Undang-Undang KUP, maka ketentuan tersebut diatur dalam RUU PPN.


Fasilitas Perpajakan.
Untuk memberikan kepastian hukum bagi pemberian fasilitas perpajakan maka diberikan penambahan fasilitas, antara lain untuk:
perwakilan negara asing/badan-badan internasional
impor dan penyerahan BKP/JKP dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai pinjaman/hibah/bantuan luar negeri
listrik dan air
kegiatan penanggulangan bencana alam nasional
menjamin tersedianya angkutan umum di udara untuk mendorong kelancaran perpindahan arus barang dan orang di daerah tertentu yang tidak tersedia sarana transportasi lainnya yang memadai, dimana perbandingan antara volume barang dan orang yang harus dipindahkan dengan sarana transportasi yang tersedia sangat tinggi.
bahan baku kerajinan perak


Restitusi Turis Asing
Dalam RUU PPN diatur mengenai pemberian pengembalian PPN dan PPn BM atas barang bawaan yang dibawa ke luar daerah pabean oleh orang pribadi pemegang paspor luar negeri (Turis Asing), dengan syarat nilai PPN minimal sebesar Rp. 500.000 (lima ratus ribu).


Tanggung Renteng.
Pengaturan mengenai tanggung renteng PPN yang pada waktu pembahasan RUU KUP diputuskan dihapus karena merupakan pengaturan material, dimasukkan ke dalam RUU PPN, mengingat ketentuan ini masih sangat diperlukan untuk melindungi pembeli maupun penjual.


Masa Berlaku RUU PPN dan PPnBM.
Mengingat diperlukannya waktu untuk mempersiapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini, penyempurnaan sistem dan prosedur, serta pelaksanaan sosialisasi baik internal maupun eksternal maka RUU PPN dan PPnBM ini diberlakukan mulai 1 April 2010.

READ MORE - Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang PPN dan PPnBM 2009

Jakarta - 1. Mulai 1 November 2009, berlaku bentuk baru formulir SPT PPh Final, PPh Pasal 4 ayat(2), SPT PPh Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/atau Pasal 26 berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-53/PJ/2009 dan sekaligus mencabut Perdirjen sebelumnya No. PER-43/PJ/2009 yang mengatur mengenai yang sempat diberlakukan sejak 1 Oktober 2009. (PER-53/PJ/2009 tanggal 30 September 2009)

2. Saat ini ketentuan mengenai penghitungan dan pemotongan PPh Pasal 21 diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009. Namun karena dirasakan masih adanya kekurangakuratan perhitungan atas penerima penghasilan orang pribadi bukan pegawai, maka Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2009 tanggal 12 Oktober 2009 sebagai Perubahan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009. Yang efektif diberlakukan mulai 1 Januari 2010 (PER-57/PJ./2009 tanggal 12 Okotber 2009)

3. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, terutama bagi Petugas Dinas Luar Asuransi dan Distributor MLM diperbolehkan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Syaratnya : peredaran brutonya dalam 1 tahun kurang dari Rp. 4,8 M dan memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. Persentasenya Sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam PER-536/PJ./2000 yaitu sebesar 50% dari jumlah peredaran usaha. (Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-100/PJ/2009 tanggal 12 Oktober 2009.)

4. Pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai pengganti dari perundangan sebelumnya yaitu Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 dan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000. Undang-undang yang baru mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010 ini diantaranya mengatur tarif retribusi bagi pengendalian menara telekomunikasi sehingga tidak melampaui 2% dari Nilai Jual Objek Pajak PBB menara telekomunikasi. Dan tarif maksimum beberapa jenis pajak daerah dinaikkan, antara lain: Tarif maksimum Pajak Kendaraan Bermotor, dinaikkan dari 5% menjadi 10%. (khusus untuk kendaraan pribadi dapat diterapkan tarif progresif) dan Tarif maksimum Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dinaikkan dari 10% menjadi 20%. (Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah tanggal 15 September 2009)

5. Saat ini Wajib Pajak dapat menentukan sendiri Masa Manfaat dari aktiva berwujud selain bangunan sesuai dengan keadaan sebenarnya dalam aplikasi di lapangan. Kebijakan ini ditetapkan melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-55/PJ/2009 tanggal 2 Oktober 2009. PER-55/PJ/2009 ini adalah merupakan tindak lanjut dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009.

Dalam PER-55/PJ/2009 ini diatur bahwa jika ada harta berwujud bukan bangunan yang tidak tercantum dalam Lampiran I, II, III dan IV Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009, maka untuk kepentingan penyusutan secara fiskal digunakan masa manfaat dalam Kelompok 3 sebagaimana yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009. Jika Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa masa manfaat yang sesungguhnya dari suatu harta berwujud bukan bangunan tersebut di atas tidak dapat dimasukkan ke dalam Kelompok 3, maka Wajib Pajak harus mengajukan permohonan untuk penetapan kelompok harta berwujud bukan bangunan tersebut sesuai dengan masa manfaat yang sesungguhnya kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala Kantor Wilayah DJP yang membawahi KPP tempat Wajib Pajak yang bersangkutan terdaftar.
(Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-55/PJ/2009 tanggal 2 Oktober 2009.)

6. Mulai 4 Februari 2009, formulir SPT PPh Tahun 2009 tidak dikirim lagi kepada masing-masing WP, namun diambil sendiri di KPP, Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP); Kanwil DJP; KP DJP, Pojok Pajak, Mobil Pajak. (Surat Dirjen Pajak No.S-428/PJ.09/2009 tanggal 1 Sep 2009 tentang Sosialisai Tempat Dan Cara Lain Pengambilan SPT)

7. Penjelasan lebih rinci mengenai metode penyampaian SPT melalui fasilitas internet atau dikenal sebagai e-Filling (Penyampaian SPT secara elektronik) bagi masyarakat yang masih belum mengetahui banyak mengenai tata cara penyampaiannya, dapat dbaca dalam Surat Edaran Dirjen Pajak tentang Penegasan Tata Cara Penyampaian SPT Dan/Atau Penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan Secara Elektronik (E-Filling) Melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP).


Detik Finance, 2 Nopember 2009
READ MORE - Update Aturan - Aturan Terbaru Perpajakan

JAKARTA--Penerimaan Perpajakan pada tahun ini diperkirakan akan meleset dari target. Begitupun juga target lifting minyak yang menjadi salah satu kontributor pemasukan negara diprediksi tidak tercapai.

Melesetnya target setoran dari pajak dan minyak itu membuat realisasi pendapatan negara secara keseluruhan dperkirakan tidak akan tercapai dari asumsi APBN-P 2009 yang sebesar Rp 871 triliun. ’’Perkiraan kami, realisasi pendapatan hanya tercapai 96 persen dari target,’’ ujarnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR Selasa malam (10/11).

Menurut Sri Mulyani, melesetnya target setoran pajak tidak terlepas dari imbas perlambatan pertumbuhan ekonomi serta penurunan ekspor dan impor. Beberapa sektor usaha, terutama yang berorientasi ekspor memang turun tajam. Hal ini berdampak kepada setoran pajak yang ikut berkurang.

Berdasarkan data Departemen Keuangan, perkiraan realisasi penerimaan perpajakan hingga akhir tahun diperkirakan hanya akan mencapai Rp 623 triliun, atau 95,6 persen dari target yang dipatok dalam APBN-P 2009 yang sebesar Rp 652,0 triliun.

Dari angka tersebut, setoran pajak yang dikumpulkan oleh Ditjen Pajak diperkirakan hanya sebesar Rp 549,9 triliun, atau 95,2 persen dari target APBN-P 2009 yang dipatok Rp 577,4 triliun.

Sementara penerimaan dari Ditjen Bea dan Cukai diperkirakan hanya sedikit meleset dari target. Perkiraan Depkeu menyebut angka Rp 73,2 triliun, atau 98,2 persen dari target APBN-P 2009 yang sebesar Rp 74,6 triliun. ’’Kinerja Bea Cukai ini patut diapresiasi karena saat ekonomi masih lemah, target setoran masih relatif aman,’’ terang Sri Mulyani.

Realisasi PNBP diperkirakan juga hanya akan mencapai Rp 214,3 triliun, atau 98 persen dari target APBN-P 2009 yang sebesar Rp 218 triliun. Hingga akhir Oktober, realisasi PNBP baru sebesar Rp 147,2 triliun atau 67,5 persen dari target.

Untuk pos lain juga bakal meleset dari target adalah produksi minyak atau lifting. Menurut Sri Mulyani, hingga jelang akhir tahun, realisasi lifting minyak diperkirakan hanya akan mencapai 955.000 barel per hari (bph) atau di bawah target APBN-P 2009 yang sebesar 960.000 bph. Hingga Oktober, realisasi lifting baru mencapai 946.000 bph. ’’Tidak tercapainya target lifting minyak membuat perkiraan target PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) juga di bawah target,’’ ujarnya.

Meski pendapatan diperkirakan meleset, bukan berarti beban defisit akan bertambah. Defisit diperkirakan akan lebih kecil dari sebelumnya yang kini Rp 129,8 triliun pada APBN P 2009 menjadi Rp 116 Triliun. Berkurangnya beban defisit karena belanja negara juga tidak sesuai dengan target. Pada APBN P ditetapkan Rp 1000,8 triliun namun untuk realisasinya diprediksi hanya mencapai Rp 995,2 triliun.


Republika, 12 Nopember 2009
READ MORE - Penerimaan Perpajakan Tahun 2009 Meleset dari Target


Adsense

Adsense Indonesia
Bisnis Dahsyat tanpa modal