Abstraksi Kata Kunci: a permanent establishment, branch profit tax, tax treaty, resident taxpayer, non resident taxpayer, beneficial owner, force of attraction rule, attributable rule, effectively connected rule, OECD Model. 1. PENDAHULUAN Sedikitnya ada 2 (dua) perubahan besar yang diakibatkan oleh globalisasi. Yang pertama adalah bahwa era globalisasi yang diwarnai dengan tumbuhnya kawasan bebas perdagangan, jasa dan modal (misal: NAFTA, European Community, dan terakhir AFTA), transaksi internasional telah bertumbuh dengan pesatnya baik dari sisi frekuensi maupun volumenya. Dan yang kedua adalah masuknya investasi asing ke suatu negara dalam bentuk portfolio investment dan foreign direct investment mengakibatkan implikasi yang luas baik dari sisi sosial, ekonomi, hukum dan keamanan terhadap negara pengimpor modal (importing capital countries) misalnya Indonesia. 2. Pengertian Bentuk Usaha Tetap Sesuai Pasal 2 ayat 5 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor: 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan (selanjutnya disebut Undang-Undang PPh), BUT diartikan sebagai bentuk usaha yang dipergunakan oleh subyek pajak luar negeri (non resident taxpayer) baik orang pribadi (nature person) atau badan (legal person) untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. 3. Klasifikasi Bentuk Usaha Tetap Keberadaan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia dapat diidentifikasi kedalam beberapa kelompok yaitu: i) BUT fasilitas fisik (assets type), (ii) BUT aktivitas (activity type), (iii) BUT keagenan (agency type), dan (iv) BUT asuransi (insurance type). (i) BUT Fasilitas Fisik (ii) BUT Aktivitas (iii) BUT Keagenan (iv) BUT Asuransi Dalam tax treaty, tes waktu dianggap timbulnya suatu BUT di Indonesia pada umumnya lebih lama ketimbang tes waktu yang diatur dalam Undang-Undang PPh. Misalnya, tes waktu untuk pemberian jasa lain-lain sesuai Undang-Undang PPh adalah 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan tetapi untuk tax treaty Indonesia-Australia adalah 120 hari dalam 12 bulan (lihat tabel 2). Perbedaan ini timbul dari hasil kesepakatan wakil dari kedua negara di dalam perundingan. Negara-negara maju (developed countries) cenderung menginginkan tes waktu yang lebih lama sehingga kemungkinan timbulnya suatu BUT sehubungan dengan jasa konstruksi ataupun pemberian jasa-jasa lain-lain di Indonesia dapat dihindari. Sehingga atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh perusahaan asing di Indonesia tidak dikenai pajak di Indonesia. 4. Cakupan Penghasilan Suatu BUT Sesuai Penjelasan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan, penghasilan terutang pajak suatu BUT perusahaan asing di Indonesia adalah penghasilan yang diterima atau diperolehnya dari Indonesia. Dan sesuai Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, diatur mengenai cakupan penghasilan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia yaitu: 5. Pajak Penghasilan Badan dan Branch Profit Tax Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya di atas bahwa untuk tujuan perpajakan, perlakukan perpajakan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia diperlakukan sama dengan wajib pajak dalam negeri lainnya yaitu antara lain : Namun demikian atas laba bersih setelah Pajak Penghasilan Badan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia dikenakan tambahan pajak yang sering disebut sebagai branch profit tax dengan tarif sebesar 20% dari laba bersih setelah pajak (net income after tax). Selain itu, biaya administrasi kantor pusat yang dialokasikan ke BUT nya di Indonesia yang dapat dibebankan hanya sebesar rasio antara jumlah penghasilan BUT nya di Indonesia dengan jumlah penghasilan globalnya dikalikan dengan jumlah biaya administrasi kantor pusat. 6. Penutup Tim Penulis Tax Center UNPAD - Tax Center UNPAD, 7 Desember 2007 Dikutip dari Pajakonline.com
Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah subyek pajak luar negeri yang kewajiban perpajakannya diperlakukan relatif sama dengan wajib pajak dalam negeri lainnya. Perbedaan perlakuan perpajakannya dibandingkan dengan wajib pajak dalam negeri antara lain adalah (i) BUT tidak dapat menikmati tax treaty Indonesia dengan negara treaty partner lainnya karena ia bukan penduduk Indonesia, dan (ii) atas laba bersih setelah pajak yang diterima atau diperoleh suatu BUT dikenakan branch profit tax. Untuk menghindari pengenaan pajak berganda atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh penduduk dari negara treaty partner di Indonesia, pengujian keberadaan suatu BUT perusahaan dari negara treaty partner tersebut di Indonesia sebagai kriteria diperlukan untuk menentukan apakah Indonesia memiliki hak untuk memajaki penghasilan tersebut.
Dalam melakukan investasi langsung di Indonesia, investor asing dapat melakukannya dalam bentuk joint venture dengan perusahaan asing lainnya dan perusahaan lokal. Umumnya, perusahaan ini berbentuk penanaman modal asing dan berbadan hukum Indonesia sehingga perusahaan penanaman modal asing adalah wajib pajak dalam negeri (resident taxpayer).
Selain itu, perusahaan asing dapat menjalankan usahanya melalui bentuk usaha di Indonesia. Ini yang disebut dengan Bentuk Usaha Tetap (selanjutnya disingkat BUT). Apabila investor asing menjalankan bisnisnya di Indonesia melalui BUT ( a permanent establishment) berarti bahwa perusahaan tersebut tidak berbadan hukum Indonesia sehingga BUT adalah bukan wajib pajak dalam negeri.
Tujuan penulisan paper ini adalah membahas perlakuan Pajak Penghasilan (income tax treatments) suatu BUT perusahaan asing di Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan dan tax treaty. Sehingga diharapkan para pembaca memiliki pemahaman tentang BUT.
Sesuai OECD Model, yang dimaksud BUT adalah: a fixed place of business through which the business of an enterprise is wholly or partly carried on. Artinya bahwa BUT adalah suatu tempat usaha tetap yang digunakan perusahaan untuk menjalankan seluruh atau sebagian besar usahanya. Pengertian tersebut mengandung beberapa karakteristik yang mewarnai suatu BUT perusahaan asing di Indonesia yaitu: (i) adanya tempat usaha berupa prasarana, (ii) tempat usaha ini harus bersifat tetap, (iii) kegiatan usaha perusahaan dilakukan melalui tempat usaha tersebut, dan (iv) sifatnya harus produktif, dimana BUT tersebut harus ikut andil dalam memberikan laba usaha bagi perusahaannya (kantor pusatnya).
Dalam rangka penghindaran pajak berganda, keberadaan suatu BUT sangat diperlukan sebagai kriteria untuk menentukan apakah Indonesia sebagai negara sumber memiliki hak untuk memajaki penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh penduduk dari negara treaty partner. Namun kriteria tersebut tidak berlaku apabila penerima penghasilan (beneficial owner) berasal dari negara non treaty partner.
Sesuai Tax Treaty Model OECD, pengecualian timbulnya BUT yaitu sebagai berikut:
Keberadaan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia timbul apabila perusahaan asing tersebut memiliki fasilitas fisik yang merupakan tempat untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usahanya di Indonesia. Fasilitas fisik tersebut merupakan milik sendiri atau disewa dari pihak lain. Contoh fasilitas fisik antara lain adalah:
Keberadaan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia timbul apabila perusahaan asing tersebut menjalankan kegiatan jasa-jasa (furnishing of services) di Indonesia dalam jangka waktu melebihi tes waktu (time treshold). Sesuai Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Pajak Penghasilan, termasuk BUT Aktivitas adalah:
Dianggap timbul suatu BUT perusahaan asing di Indonesia apabila perusahaan asing tersebut menjalankan usahanya di Indonesia melalui perusahaan lain yang bertindak sebagai agen yang tidak bebas (dependent agent). Yang dimaksud dengandependent agent adalah agen yang didalam melaksanakan usahanya bertindak untuk dan/atau atas nama perusahaan di luar negeri atau kegiatan agen tersebut seluruhnya atau hampir seluruhnya untuk perusahaan di luar negeri.
Keberadaan BUT perusahaan asuransi asing timbul di Indonesia apabila perusahaan asuransi tersebut menutup resiko secara langsung di Indonesia. Pada umumnya, jenis BUT ini belum ada karena perusahaan asing dilarang berusaha secara langsung di Indonesia kecuali dalam bentuk joint venture.
(i) Sesuai Attribution Rule, penghasilan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia adalah penghasilan yang berasal dari kegiatan usahanya di Indonesia. Misalnya, apabila BUT perusahaan asing tersebut bergerak dibidang perdagangan, maka penghasilannya di Indonesia adalah penghasilan yang berasal dari kegitan usaha perdagangannya di Indonesia;
(ii) Sesuai Force of Attraction Rule, penghasilan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia adalah termasuk penghasilan kantor pusatnya dari Indonesia yang diperolehnya dari kegiatan usaha yang sejenis dengan kegiatan BUT nya di Indonesia. Dengan demikian, penghasilan yang diterima atau diperoleh kantor pusatnya dianggap sebagai penghasilan BUT nya di Indonesia.;
(iii) Sesuai Effectively-Connected Rule, penghasilan pasif (misalnya: bunga dan royalty) yang diterima atau diperoleh kantor pusatnya dan memiliki hubungan efektif dengan kegiatan usaha BUT nya di Indonesia dianggap sebagai penghasilan BUT nya di Indonesia.
Umumnya, penentuan cakupan penghasilan suatu BUT diperlukan untuk melindungi hak pemajakan negara-negara berkembang (developing countries) seperti Indonesia. Dalam perundingan, cakupan penghasilan suatu BUT sering diperdebatkan oleh wakil-wakil dari kedua Negara.
Apabila perusahaan asing tersebut berasal dari negara treaty partner, maka besarnya tarif branch profit tax sesuai ketentuan tax treaty yang berlaku (lihat tabel 1). Penentuan besarnya tarif branch profit tax sering menjadi perdebatan dalam perundingan tax treaty Indonesia dengan negara-negara lainnya karena beberapa hal yaitu: (i) negara treaty partner tidak menerapkan branch profit tax di negaranya, atau (ii) untuk melindungi kepentingan Indonesia dibidang industri hulu Minyak dan Gas Bumi.
Dalam rangka menentukan besarnya penghasilan kena pajak (taxable income) suatu BUT perusahaan asing di Indonesia, pembayaran ke kantor pusat yang tidak boleh dikurangkan sebagai deductible expenses adalah:
Insentif pajak yang diperoleh suatu BUT perusahaan asing di Indonesia adalah pembebasan PPh Pasal 26 ayat (4) atas branch profit tax apabila memenuhi persyaratan yangbersifat kumulatif yaitu:
Tujuan paper ini adalah untuk membahas dan sekaligus memberikan pemahaman yang mendasar tentang BUT sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan dan tax treaty.
0 komentar:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
Coret Coret di Sini Gak ada salahnya Kan????